Halaman


Sabtu, 17 Desember 2011

Merokok, Haram atau Makruh?


Pernahkan Anda berfikir tentang hukum merokok? Ternyata hingga hari ini belum ada kesepakatan para ulama’ tentang hukum menghisap tembakau ini. Sebagian ulama’ ada yang mengatakan makruh  boleh dikerjakan, namun lebih baik ditinggalkan namun ada pula yang berbeda, dengan mengatakan haram, yang berarti tidak boleh dikerjakan, bahkan bila dikerjakan akan dosa. Memang isu ini bukan hal baru namun bagiAnda muslim  yang biasa merokok mungkin perlu membaca artikel ini. 
Bagaimanakah sebenarnya persoalan hukum halal dan haromnya “rokok”, bolehkah kita memberi hukum haram terhadap “sesuatu” yang tidak disebut keharamannya oleh Al Qur-an? Mari kita kaji bersama persoalan pelik ini.
1.    Bagaimanakah sebenarnya persoalan hukum halal dan haromnya “rokok”, bolehkah kita memberi hukum haram terhadap “sesuatu” yang tidak disebut keharamannya oleh Al Qur-an? Mari kita kaji bersama persoalan pelik ini.
Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Alloh adalah halal dan mubah (dibolehkan), tidak ada yang haram, kecuali kalau ada nas yang sah dan tegas dari Al Qur-an. Alasannya :
“Dia-lah Alloh, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (Albaqoroh:29).
Lalu “makanan” apa saja yang dengan jelas dan tegas dikatakan haram oleh Al Qur-an ? Yaitu diantaranya dijelaskan dalam surat Almaidah ayat 3.
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disebut nama selain Alloh, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga membagi daging dengan) mengundi nasib dengan anak panah, itu adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-Ridloi Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Almaidah:3). Diterangkan juga pada ayat berikutnya, yakni ayat 4 dan 96.
Dengan ini jelas bahwa ada beberapa “makanan” yang diharamkan oleh Alloh baik dari segi dzatnya (barangnya) maupun cara-cara menyembelihnya dan mendapatkannya.
Kemudian Nabi Muhammad juga menyampaikan larangan terhadap beberapa jenis binatang yang tidak boleh dimakan, seperti binatang buas, binatang menjijikkan, binatang bertaring dst. Apakah dengan adanya larangan dari Nabi Muhammad itu berarti Nabi Muhammad menentang Alloh, menganggap larangan dari Alloh dalam Alquran itu kurang ? Jelas tidak. Lalu bagaimana ? Berarti “makanan” yang dilarang oleh Nabi itu sifat hukumnya pasti lebih ringan, yakni dibawah haram, kalau dibawah haram berarti makruh.
Oleh karena dalam Al Qur-an secara explicit juga tidak memasukkan tembakau menjadi larangan, maka tentunya juga tidak bisa dihukumi haram. Bolehkah kita memberi hukum haram terhadap “sesuatu” yang tidak disebut keharamannya oleh Al Qur-an?

2.    Apa yang di diamkan oleh Alloh adalah dibolehkan.
Sebagaimana diterangkan dalam hadis Nabi. Bersabda Rosululloh SAW: "Apa saja yang Alloh halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia itu adalah haram; sedang apa yang Ia diamkan, maka dia itu dibolehkan (ma'fu). Oleh kerana itu terimalah dari Alloh kemaafannya itu, sebab sesungguhnya Alloh tidak bakal lupa sedikitpun." (HR. Hakim dan Bazzar)
Sebagai analogi, pernah juga ada sohabat yang menanyakan tentang hukumnya samin, keju dan keledai hutan, bagaimana jawaban Nabi? “Apa yang disebut halal ialah sesuatu yang Alloh halalkan dalam kitabNya; dan yang disebut haram ialah sesuatu yang Alloh haramkan dalam kitabNya. Sedang apa yang Ia diamkan, maka dia itu salah satu yang Alloh maafkan buat kamu." (HR. Tirmidzi dan lbnu Majah)
Oleh karena tembakau itu termasuk sesuatu yang didiamkan, berarti masuk kategori yang dima’fu (dimaafkan).
Hal ini beda dengan “sesuatu barang” yang bila dimakan bisa memabukkan atau menghilangkan akal, seperti narkoba. Meski secara explicit tidak disebutkan namun hukumnya adalah sama dengan khomer (minuman yang memabukkan atau menghilangkan akal sehat).
“Mereka bertanya kepadamu tentang khomer dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar”. (Albaqoroh:219).

3.    Dunia kesehatan memang mengatakan bahwa rokok itu sangat merugikan kesehatan, karena mengandung zat yang sangat membahayakan, seperti nikotin, karbon monoksida (CO), Tar (tir), dan lain sebagainya (Al-Hamid S. Ahmad, 2001).  Dan merokok itu juga bisa mengakibatkan beberapa penyakit yang membinasakan seperti kanker, paru-paru, jantung koroner, penyumbatan pembuluh darah dan lain-lain. Oleh karena itu merokok adalah tindakan yang sama dengan membunuh diri sendiri secara perlahan-lahan, sedikit demi sedikit. Padahal bunuh diri itu dilarang oleh Al Qur-an. “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. (An-Nisa:29)”. Karena itu rokok adalah haram.
Bunuh diri jelas dilarang oleh Al Qur-an, tapi orang yang merokok tidaklah mutlak bisa dikatakan melakukan tindakan bunuh diri. Dikarenakan banyak juga para perokok yang usianya panjang dan tidak sakit-sakitan. Dan itu bisa jadi karena orangnya konsisten menjaga kesehatannya, entah banyak olah raga atau lainnya. Dengan demikian berarti ada hal-hal tertentu (entah itu apa) tapi yang pasti bisa menjadi penawar racun yang terkandung dalam rokok. Nah, oleh karena rokok itu juga banyak nilai untungnya (pabriknya bisa mencerap ribuan karyawan, memberi penghidupan para petani tembakau, pemasukan yang besar pada negara), maka perlu juga dicarikan jalan keluar untuk menghindari bahaya merokok, mungkin bisa dengan upaya pemberian zat-zat tertentu yang bisa menetralkan racun dalam rokok atau tips-tips dan obat yang bisa memperkuat daya tahan tubuh dari racun rokok. Dan kalau seandainya hal tersebut bisa, maka kemanfaatannya akan tetap terjaga dan kemudlorotannya bisa berkurang.
Sebagai analogi, terhadap “makanan yang dianggap beracun”, dikalangan ulama’pun terjadi perbedaan pendapat. Bagi ulama’ dari kalangan Asy-Syafi'iyah, menganggap haram hewan yang beracun, seperti lipan, kalajengking, ular berbisa, lebah dan sejenisnya, karena bisa membunuh. Sementara kalangan Al-Malikiyah menghalalkannya. Hal tersebut karena para ulama Al-Malikiyah lebih mengacu kepada nash. Selama tidak ada nash yang secara eksplisit menyebutkannya haram, maka tidak boleh diharamkan. Mereka menjelaskan bahwa keharaman hewan yang beracun ini terbatas kepada mereka yang memang bisa keracunan atau memberi mudhorot. Karena ada jenis hewan yang memang punya racun namun justru racunnya itu bermanfaat buat pengobatan manusia. Bila demikian maka tidaklah patut untuk diharamkan. Dengan analogi ini, berarti terhadap rokok yang dianggap “beracun”, sepertinya tidak semua madzhab mengharamkannya. 

4.    Kalau segala sesuatu yang dianggap bisa membahayakan diri itu diharamkan, rokok diharamkan gara-gara ada “racun” yang membahayakan tubuh manusia, maka seharusnya ada sederetan “makanan dan minuman” yang juga harus diharamkan, seperti soft drink (minuman ringan), junk food (makanan sampah), Fast food (makanan cepat saji) dst.
Mengenai soft drink pernah ada penelitian bahwa pada tahun 1969, lebih 50% bayi di Zambia dilaporkan kekurangan zat gizi karena para ibu yang menyusui bayinya adalah penggemar minuman ringan seperti Coke dan Fanta. Malah kebanyakan ibu-ibu ini menggunakan kedua jenis minuman tersebut sebagai pengganti susu. Akibatnya, Rumah Sakit di Zambia banyak dipenuhi oleh bayi-bayi yang kekurangan zat makanan dan disebut sebagai Fantababy. Pada tahun 1992, Pemerintah Singapore telah melarang penjualan semua jenis minuman ringan berkarbonat dijual di sekolah-sekolah di negara tersebut. Peraturan tersebut dilegalkan apabila minuman tersebut didapati mengandung lebih 10% gula yang mengakibatkan obesitas. Sedangkan pada tahun 1993, sebuah lembaga kesehatan gigi anak di Inggris, Child Dental Health menyatakan bahwa 20% anak-anak yang meminum minuman ringan mengalami kerusakan gigi. Dari hasil penelitiannya didapat, bahwa kerusakan gigi awalnya berlangsung dalam waktu 45 menit sesudah minum dan proses kerusakan selanjutnya berlangsung selama sekurang-kurangnya satu jam. Beatrice Hunter dalam bukunya yang berjudul Consumer Beware menyatakan, penyakit limpa selalu dialami oleh kalangan remaja yang banyak mengkonsumsi minuman ringan.
Sedangkan junk food, biasanya mengandung banyak lemak, garam dan gula, termasuk bahan tambahan pangan atau aditif sintetik untuk menimbulkan citarasa (seperti MSG). Sebab itu junk food berpotensi menimbulkan banyak penyakit seperti obesitas, rematik akibat penimbunan purin, tekanan darah tinggi, serangan jantung koroner, stroke dan kanker.
Untuk fast food, menurut situs berita HealthDaysNews, pada tahun 2006 saja di Amerika Serikat (AS) ditemukan ada 57.000 orang meninggal akibat kanker usus besar, akibat terlalu seringnya makan makanan cepat saji. Mayoritas (97 persen) penderitanya adalah mereka yang berusia di atas 40 tahun.
Bila makanan dan minuman tersebut juga membahayakan kesehatan kita, mestinya juga divonis haram sama halnya dengan rokok, tapi mengapa dibiarkan ?
Yang juga tidak kalah bahayanya (membahayakan jiwa) adalah naik kendaraan. Sudah berapa banyak orang yang tewas dalam kecelakaan, baik darat, laut maupun udara? Hampir tiap hari kita pasti melihat di televisi ada berita kecelakaan. Dengan banyaknya kecelakaan berarti berkendaraan adalah juga membahayakan. Bila bahaya mengapa berkendaraan tidak dianggap haram juga?
Analogi yang paling mudah dipahami tentang sifat racun (apabila racun dikategorikan sebagai hal yang haram), adalah tentang udara yang kita hirup selama kita masih hidup, apakah dengan tidak adanya rokok, udara yang kita hirup bebas dari partikel-partikel beracun yang masuk kedalam tubuh kita? Yang salah satunya berasal dari residu/sisa pembakaran yang dapat kita lihat sebagai asap kendaraan bermotor, pembakaran sampah, proses masak-memasak makanan, dst.

5.    Yang mengeluarkan fatwa haram merokok adalah sekelompok kecil ulama’ yang tergabung dalam organisasi. Dan menurut situs www.tobaccocontrolgrants.org, organisasi tersebut menerima dana Rp 3,6 miliar dari Bloomberg Initiative (BI), guna mendukung gerakan anti rokok di Indonesia. Tapi pengakuan dari organisasi itu sendiri, keluarnya fatwa haram rokok tidak ada hubungannya dengan aliran dana tersebut.
Bagi kita, adanya ulama’ tidaklah hanya dari segelintir orang-orang dari satu organisasi saja, dari organisasi lain malah lebih banyak. Maka seandainya dalam hal “hukum rokok” itu tidak mengikuti satu organisasi, tidaklah apa-apa. Kita bisa mengikuti pendapat ulama’ lainnya yang tentunya juga sangat berkompeten dalam hal hukum rokok. Diantara tokoh dan ulama’ yang tidak/kurang menyetujui fatwa rokok haram, diantaranya:

  1. Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi : Dari dulu bagi NU, rokok itu makruh, karena tingkat bahayanya relative. Tapi merokok bisa haram kalau dilakukan oleh mereka yang sakit. Jadi kalau orang menderita penyakit TBC atau penyakit lainnya, sesuai fatwa NU bila merokok hukumnya haram,” kata Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi, yang dihubungi, di Jakarta, Rabu. (Pos Kota, 11 Maret 2010)
  2. Menteri Agama, Suryadharma Ali : Yang namanya rokok itu hukumnya makruh, bukan haram. (TEMPO Interaktif, 15 Maret 2010).
  3. Tokoh Nahdlatul Ulama Jember, KH. Najmudin : Yang Bukan Muhammadiyah Tidak Haram Merokok. (TEMPO Interaktif 16 Maret 2010).
  4. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menilai, merokok bukanlah haram, melainkan hanya mubah, dilakukan atau tidak, tidak ada hukumnya. “Tidak ada satupun dalil Al Qur-an maupun Hadits yang mengharamkan rokok,” kata Rois Syuriah PWNU Jatim Kiai Miftachul Ahyar, ketika dihubungi Tempo, Senin (15/3). Bahkan dari empat madzab yang ada juga tidak ada yang menyatakan haramnya merokok. (TEMPO Interaktif, 15 Maret 2010).
  5. Amin Rais, mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah : Saya bukan ahli agama, tetapi dengan ditingkatkannya rokok sebagai barang haram, saya terkejut. Kalau makruh oke. (KOMPAS.com, 13 Maret 2010).
Demikian sekilas mengenai pro-kontranya hukum rokok, selanjutnya terserah keyakinan kita masing-masing, pilih haram atau makruh.