Pernahkan Anda berfikir
tentang hukum merokok? Ternyata hingga hari ini belum ada kesepakatan para
ulama’ tentang hukum menghisap tembakau ini. Sebagian ulama’ ada yang
mengatakan makruh boleh dikerjakan, namun lebih baik ditinggalkan namun
ada pula yang berbeda, dengan mengatakan haram, yang berarti tidak boleh
dikerjakan, bahkan bila dikerjakan akan dosa. Memang isu ini bukan hal baru
namun bagiAnda muslim yang biasa merokok mungkin perlu membaca artikel
ini.
Bagaimanakah sebenarnya
persoalan hukum halal dan haromnya “rokok”, bolehkah kita memberi hukum haram
terhadap “sesuatu” yang tidak disebut keharamannya oleh Al Qur-an? Mari kita
kaji bersama persoalan pelik ini.
1. Bagaimanakah
sebenarnya persoalan hukum halal dan haromnya “rokok”, bolehkah kita memberi
hukum haram terhadap “sesuatu” yang tidak disebut keharamannya oleh Al Qur-an?
Mari kita kaji bersama persoalan pelik ini.
Pada
dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Alloh adalah halal dan mubah
(dibolehkan), tidak ada yang haram, kecuali kalau ada nas yang sah dan
tegas dari Al Qur-an. Alasannya :
“Dia-lah
Alloh, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (Albaqoroh:29).
Lalu
“makanan” apa saja yang dengan jelas dan tegas dikatakan haram oleh Al Qur-an ?
Yaitu diantaranya dijelaskan dalam surat Almaidah ayat 3.
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disebut nama
selain Alloh, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga membagi
daging dengan) mengundi nasib dengan anak panah, itu adalah kefasikan. Pada
hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab
itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-Ridloi Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Alloh Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Almaidah:3).
Diterangkan juga pada ayat berikutnya, yakni ayat 4 dan 96.
Dengan
ini jelas bahwa ada beberapa “makanan” yang diharamkan oleh Alloh baik dari
segi dzatnya (barangnya) maupun cara-cara menyembelihnya dan mendapatkannya.
Kemudian
Nabi Muhammad juga menyampaikan larangan terhadap beberapa jenis binatang yang
tidak boleh dimakan, seperti binatang buas, binatang menjijikkan, binatang
bertaring dst. Apakah dengan adanya larangan dari Nabi Muhammad itu berarti
Nabi Muhammad menentang Alloh, menganggap larangan dari Alloh dalam Alquran itu
kurang ? Jelas tidak. Lalu bagaimana ? Berarti “makanan” yang dilarang oleh
Nabi itu sifat hukumnya pasti lebih ringan, yakni dibawah haram, kalau dibawah
haram berarti makruh.
Oleh
karena dalam Al Qur-an secara explicit juga tidak memasukkan tembakau menjadi
larangan, maka tentunya juga tidak bisa dihukumi haram. Bolehkah kita memberi
hukum haram terhadap “sesuatu” yang tidak disebut keharamannya oleh Al Qur-an?
2. Apa yang di diamkan oleh Alloh adalah dibolehkan.
Sebagaimana
diterangkan dalam hadis Nabi. Bersabda Rosululloh SAW: "Apa saja yang
Alloh halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah halal, dan apa saja yang Ia
haramkan, maka dia itu adalah haram; sedang apa yang Ia diamkan, maka dia itu
dibolehkan (ma'fu). Oleh kerana itu terimalah dari Alloh kemaafannya itu, sebab
sesungguhnya Alloh tidak bakal lupa sedikitpun." (HR. Hakim dan Bazzar)
Sebagai
analogi, pernah juga ada sohabat yang menanyakan tentang hukumnya samin, keju
dan keledai hutan, bagaimana jawaban Nabi? “Apa yang disebut halal ialah
sesuatu yang Alloh halalkan dalam kitabNya; dan yang disebut haram ialah
sesuatu yang Alloh haramkan dalam kitabNya. Sedang apa yang Ia diamkan, maka
dia itu salah satu yang Alloh maafkan buat kamu." (HR. Tirmidzi dan lbnu Majah)
Oleh
karena tembakau itu termasuk sesuatu yang didiamkan, berarti masuk kategori
yang dima’fu (dimaafkan).
Hal
ini beda dengan “sesuatu barang” yang bila dimakan bisa memabukkan atau
menghilangkan akal, seperti narkoba. Meski secara explicit tidak disebutkan
namun hukumnya adalah sama dengan khomer (minuman yang memabukkan atau
menghilangkan akal sehat).
“Mereka
bertanya kepadamu tentang khomer dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar”. (Albaqoroh:219).
3. Dunia kesehatan memang mengatakan bahwa rokok itu sangat
merugikan kesehatan, karena mengandung zat yang sangat membahayakan, seperti
nikotin, karbon monoksida (CO), Tar (tir), dan lain sebagainya (Al-Hamid S. Ahmad, 2001). Dan
merokok itu juga bisa mengakibatkan beberapa penyakit yang membinasakan seperti
kanker, paru-paru, jantung koroner, penyumbatan pembuluh darah dan lain-lain.
Oleh karena itu merokok adalah tindakan yang sama dengan membunuh diri sendiri
secara perlahan-lahan, sedikit demi sedikit. Padahal bunuh diri itu dilarang
oleh Al Qur-an. “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. (An-Nisa:29)”. Karena itu rokok adalah
haram.
Bunuh
diri jelas dilarang oleh Al Qur-an, tapi orang yang merokok tidaklah mutlak
bisa dikatakan melakukan tindakan bunuh diri. Dikarenakan banyak juga para
perokok yang usianya panjang dan tidak sakit-sakitan. Dan itu bisa jadi karena
orangnya konsisten menjaga kesehatannya, entah banyak olah raga atau lainnya.
Dengan demikian berarti ada hal-hal tertentu (entah itu apa) tapi yang pasti
bisa menjadi penawar racun yang terkandung dalam rokok. Nah, oleh karena rokok
itu juga banyak nilai untungnya (pabriknya bisa mencerap ribuan karyawan,
memberi penghidupan para petani tembakau, pemasukan yang besar pada negara),
maka perlu juga dicarikan jalan keluar untuk menghindari bahaya merokok,
mungkin bisa dengan upaya pemberian zat-zat tertentu yang bisa menetralkan
racun dalam rokok atau tips-tips dan obat yang bisa memperkuat daya tahan tubuh
dari racun rokok. Dan kalau seandainya hal tersebut bisa, maka kemanfaatannya
akan tetap terjaga dan kemudlorotannya bisa berkurang.
Sebagai
analogi, terhadap “makanan yang dianggap beracun”, dikalangan ulama’pun terjadi
perbedaan pendapat. Bagi ulama’ dari kalangan Asy-Syafi'iyah, menganggap haram
hewan yang beracun, seperti lipan, kalajengking, ular berbisa, lebah dan
sejenisnya, karena bisa membunuh. Sementara kalangan Al-Malikiyah
menghalalkannya. Hal tersebut karena para ulama Al-Malikiyah lebih mengacu
kepada nash. Selama tidak ada nash yang secara eksplisit menyebutkannya haram,
maka tidak boleh diharamkan. Mereka menjelaskan bahwa keharaman hewan yang
beracun ini terbatas kepada mereka yang memang bisa keracunan atau memberi
mudhorot. Karena ada jenis hewan yang memang punya racun namun justru racunnya
itu bermanfaat buat pengobatan manusia. Bila demikian maka tidaklah patut untuk
diharamkan. Dengan analogi ini, berarti terhadap rokok yang dianggap “beracun”,
sepertinya tidak semua madzhab mengharamkannya.
4. Kalau segala sesuatu yang dianggap bisa membahayakan diri
itu diharamkan, rokok diharamkan gara-gara ada “racun” yang membahayakan tubuh
manusia, maka seharusnya ada sederetan “makanan dan minuman” yang juga harus
diharamkan, seperti soft drink (minuman ringan), junk food (makanan sampah),
Fast food (makanan cepat saji) dst.
Mengenai
soft drink pernah ada penelitian bahwa
pada tahun 1969, lebih 50% bayi di Zambia dilaporkan kekurangan zat gizi
karena para ibu yang menyusui bayinya adalah penggemar minuman ringan seperti
Coke dan Fanta. Malah kebanyakan ibu-ibu ini menggunakan kedua jenis minuman
tersebut sebagai pengganti susu. Akibatnya, Rumah Sakit di Zambia banyak
dipenuhi oleh bayi-bayi yang kekurangan zat makanan dan disebut sebagai
Fantababy. Pada tahun 1992, Pemerintah
Singapore telah melarang penjualan semua jenis minuman ringan berkarbonat
dijual di sekolah-sekolah di negara tersebut. Peraturan tersebut dilegalkan
apabila minuman tersebut didapati mengandung lebih 10% gula yang mengakibatkan
obesitas. Sedangkan pada tahun 1993, sebuah lembaga kesehatan gigi anak di
Inggris, Child Dental Health
menyatakan bahwa 20% anak-anak yang meminum minuman ringan mengalami kerusakan
gigi. Dari hasil penelitiannya didapat, bahwa kerusakan gigi awalnya
berlangsung dalam waktu 45 menit sesudah minum dan proses kerusakan selanjutnya
berlangsung selama sekurang-kurangnya satu jam. Beatrice Hunter dalam bukunya yang berjudul Consumer Beware
menyatakan, penyakit limpa selalu dialami oleh kalangan remaja yang banyak
mengkonsumsi minuman ringan.
Sedangkan
junk food, biasanya mengandung banyak lemak, garam dan gula, termasuk bahan
tambahan pangan atau aditif sintetik untuk menimbulkan citarasa (seperti MSG).
Sebab itu junk food berpotensi menimbulkan banyak penyakit seperti obesitas,
rematik akibat penimbunan purin, tekanan darah tinggi, serangan jantung
koroner, stroke dan kanker.
Untuk
fast food, menurut situs berita
HealthDaysNews, pada tahun 2006 saja di Amerika Serikat (AS) ditemukan ada
57.000 orang meninggal akibat kanker usus besar, akibat terlalu seringnya makan
makanan cepat saji. Mayoritas (97 persen) penderitanya adalah mereka yang
berusia di atas 40 tahun.
Bila
makanan dan minuman tersebut juga membahayakan kesehatan kita, mestinya juga
divonis haram sama halnya dengan rokok, tapi mengapa dibiarkan ?
Yang
juga tidak kalah bahayanya (membahayakan jiwa) adalah naik kendaraan. Sudah
berapa banyak orang yang tewas dalam kecelakaan, baik darat, laut maupun udara?
Hampir tiap hari kita pasti melihat di televisi ada berita kecelakaan. Dengan
banyaknya kecelakaan berarti berkendaraan adalah juga membahayakan. Bila bahaya
mengapa berkendaraan tidak dianggap haram juga?
Analogi
yang paling mudah dipahami tentang sifat racun (apabila racun dikategorikan sebagai hal yang haram), adalah
tentang udara yang kita hirup selama kita masih hidup, apakah dengan tidak
adanya rokok, udara yang kita hirup bebas dari partikel-partikel beracun yang
masuk kedalam tubuh kita? Yang salah satunya berasal dari residu/sisa
pembakaran yang dapat kita lihat sebagai asap kendaraan bermotor, pembakaran
sampah, proses masak-memasak makanan, dst.
5.
Yang mengeluarkan
fatwa haram merokok adalah sekelompok kecil ulama’ yang tergabung dalam
organisasi. Dan menurut situs www.tobaccocontrolgrants.org,
organisasi tersebut menerima dana Rp 3,6
miliar dari Bloomberg Initiative
(BI), guna mendukung gerakan anti rokok di Indonesia. Tapi pengakuan
dari organisasi itu sendiri, keluarnya fatwa haram rokok tidak ada hubungannya
dengan aliran dana tersebut.
Bagi
kita, adanya ulama’ tidaklah hanya dari segelintir orang-orang dari satu
organisasi saja, dari organisasi lain malah lebih banyak. Maka seandainya dalam
hal “hukum rokok” itu tidak mengikuti satu organisasi, tidaklah apa-apa. Kita
bisa mengikuti pendapat ulama’ lainnya yang tentunya juga sangat berkompeten
dalam hal hukum rokok. Diantara tokoh dan ulama’ yang tidak/kurang menyetujui
fatwa rokok haram, diantaranya:
- Ketua
Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi : Dari dulu bagi NU, rokok itu makruh, karena
tingkat bahayanya relative. Tapi merokok bisa haram kalau dilakukan oleh mereka
yang sakit. Jadi kalau orang menderita penyakit TBC atau penyakit lainnya, sesuai
fatwa NU bila merokok hukumnya haram,” kata Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi, yang dihubungi, di Jakarta, Rabu.
(Pos Kota, 11 Maret 2010)
- Menteri Agama, Suryadharma Ali : Yang namanya rokok itu hukumnya makruh, bukan haram. (TEMPO Interaktif, 15 Maret 2010).
- Tokoh Nahdlatul Ulama Jember, KH. Najmudin : Yang Bukan Muhammadiyah Tidak Haram Merokok. (TEMPO Interaktif 16 Maret 2010).
- Pengurus
Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menilai, merokok bukanlah haram, melainkan
hanya mubah, dilakukan atau tidak, tidak ada hukumnya. “Tidak ada satupun dalil
Al Qur-an maupun Hadits yang mengharamkan rokok,” kata Rois Syuriah PWNU Jatim Kiai Miftachul Ahyar, ketika dihubungi
Tempo, Senin (15/3). Bahkan dari empat madzab yang ada juga tidak ada yang
menyatakan haramnya merokok. (TEMPO
Interaktif, 15 Maret 2010).
- Amin Rais, mantan Ketua Umum Pengurus Pusat
Muhammadiyah : Saya bukan ahli agama,
tetapi dengan ditingkatkannya rokok sebagai barang haram, saya terkejut. Kalau
makruh oke. (KOMPAS.com, 13 Maret 2010).
Demikian sekilas mengenai
pro-kontranya hukum rokok, selanjutnya terserah keyakinan kita masing-masing,
pilih haram atau makruh.